ASPEK GIZI TERHADAP PENETAPAN GARIS KEMISKINAN DAN UPAH MINIMUM
Oleh : Anggar Pamungkas (I14090063)
Aspek
Gizi Dalam Penetapan Garis Kemiskinan
Kemiskinan
dalam pengertian konvensional adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada
di bawah satu garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan
merupakan masalah sosial yang bersumber dari faktor ekonomis. Kemiskinan
merupakan suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya
sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. faktor utama yang
mempengaruhi status gizi masyarakat adalah kurangnya konsumsi pangan yang
menimbulkan turunnya tingkat kesehatan, secara tidak langsung kurangnya
konsumsi pangan merupakan akibat dari kemiskinan selain itu ketidakmampuan individu atau rumah
tangga dalam mencapai standar hidup yang maksimal, sehingga tidak mampu
memberikan yang terbaik bagi anggota keluarganya, baik dari nilai gizi dan
kelayakan makanan. Secara garis besar ada hubungan kemiskinan dan kesehatan,
masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan pada umumnya memiliki kelayakan
hidup yang lebih rendah, lebih rentan terhadap penyakit menular, tingginya
angka kematian pada bayi, ibu hamil dan melahirkan serta proporsi kesehatan
yang sangat rendah.
Garis kemiskinan yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial yang biasanya dihitung berdasarkan income yang dua pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling murah. Data dari Indonesia dan di negara lain menunjukkan adanya hubungan antara kurang gizi dan kemiskinan.Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi; makin tinggi pendapatan, makin kecil persentasenya. Hubungannya bersifat timbal balik. Kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga kurang gizi dan seterusnya. Kemiskinan merupakan penghambat keluarga untuk memperoleh akses terhadap ketiga faktor penyebab di atas. Kemiskinan tidak memungkinkan anak balita mendapat MPASI yang baik dan benar.Kemiskinan dan pendidikan rendah membuat anak tidak memperoleh pengasuhan yang baik sehingga anak tidak memperoleh ASI, misalnya. Kemiskinan juga menghambat anak memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.
Upah menurut pasal 1 angka 30 UU
13/2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Besarnya
upah dan cara pembayaran yang telah disepakati buruh dan pengusaha dituangkan
secara tertulis dalam perjanjian kerja.
Terdapat tiga komponen yang dianggap
mempengaruhi besarnya upah minimum, yaitu :
1.
Kebutuhan
Fisik Minimum
Kebutuhan fisik minimum adalah
kebutuhan dari seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dan
mentalnya agar dapat menjalankan funsinya sebagai salah satu factor produksi.
Nilai dari kebutihan fisik minimum mencerminkan nilai ekonomi dari barang dan
jasa yang diperlukan oleh pekerja dan keluarganya dalam jangka waktu satu
bulan.
2.
Indeks
harga konsumen
Indeks harga konsumen merupakan
petunjuk mengenai naik turunnya harga kebutuhan hidup. Naiknya harga kebutuhan
hidup ini secara tidak langsung mencerminkan tingkat inflasi. Data mengenai
harga ini secara tidak langsung mencerminkan tingkat inflasi. Data mengenai
harga ini dikumpulkan BPS dan mencakup 160 macam barang yangt dibagi menjadi
empat kelompok pengeluaran, yaitu: makanan, sandang, perumahan dan aneka.
3.
Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah mencerminkan keadaan perekonomian
di suatu daerah. Keadaan perekonomian ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan
kondisi perusahaan yang beroperasi di daerah bersangkutan.
Aspek
Gizi Dalam Penetapan Upah Minimum
Prosedur
penetapan Upah Minimum telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenagakerja
dan Transmigrasi Nomor Per–17/Men/VIII/2005 tentang komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak. Dengan acuan peraturan tersebut maka selanjutnya Gubernur
menetapkan Upah Minimum. Setelah Upah Minimum ditetapkan maka para Pengusaha
dalam pemberian upah kepada pekerja/buruhnya harus sesuai dengan ketetapan Upah
Minimum tersebut. Dalam manajemen sumber daya manusia upah juga harus dilihat
sebagai investasi, yaitu kenaikan upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat
dilihat sebagai perbaikan atau peningkatan kualitas SDM atau pekerja/buruh,
yang hasilnya akan diperoleh kemudian. Apabila upah dan kesjahteraan lebih
baik, maka dimungkinkan adanya perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan keterampilan
melalui tambahan pendidikan, latihan, bacaan, perbaikan disiplin, perbaikan
syarat kerja, peningkatan semangat kerja, adanya ketenaga kerja dan lain-lain.
Upah yang diterima oleh pekerja/buruh
harus dapat memenuhi segala kebutuhannya termasuk kebutuhannya terhadap zat
gizi yang diperoleh dari pemenuhan konsumsinya terhadap makanan karena
meningkatnya daya beli terhadap makana tersebut. Apabila upah dan kesejahteraan
lebih baik, maka dimungkinkan adanya perbaikan gizi dan perbaikan ketrampilan
sehingga dapat meningkatkan produktifitas dari pekerja/buruh tersebut. Pengupahan
di Indonesia juga diperkuat dengan adanya Permenakertrans No. 17 tahun 2005
tentang komponen dan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL) yang
terdiri atas beberapa komponen salah satumya masalah gizi dan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar