Senin, 09 April 2012

PENGUKURAN KADAR INDEKS GLIKEMIK PANGAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang


Dewasa ini, terdapat beberapa penyakit yang berkaitan dengan kadar glukosa darah dalam tubuh manusia contohnya saja penyakit Diabetes Mellitus (DM). Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, penyandang DM (diabetasi) di Indonesia mencapai 14 juta prang (Depkes RI 2005). Penyandang DM harus ditangani dengan tepat terutama untuk dietnya. Pembatasan konsumsi makanan yang dapat meningkatkan kadar glukosa tubuh sangat penting dilakukan untuk penyandang DM.

Diet yang ketat seringkali dilakukan oleh penyandang DM untuk mengendalikan kadar glukosa darah, yaitu dengan mengurangi bahkan menghindari untuk tidak mengonsumsi nasi karena beras bersifat hiperglikemik dan menggantinya dengan pangan umbi-umbian. Padahal beras memiliko kisaran Indeks Glikemik (IG) yang sangat luas, dari IG rendah sampai tinggi (Foster-Powell et al. 2002 dalam widowati S, dkk 2009).
Indeks Glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). IG dapat mempermudah kita dalam pemilihan diet ataupun makanan yang tepat untuk dikonsumsi oleh penyandang DM. Bagi penyandang DM dianjurkan untuk tidak mengonsumsi pangan dengan IG tinggi (dapat menaikkan kadar gula darah dengan cepat), tetapi mengonsumsi pangan dengan IG rendah (menaikkan kadar gula darah dengan lambat) supaya kadar gula darah dalam tubuh tidak tinggi.

Indeks Glikemik pada pangan berbeda-beda setiap jenisnya. Bahkan bisa saja jenis pangan tersebut sama, tetapi memiliki IG yang berbeda. Contohnya saja beras, secara umum IG beras ditentukan oleh varietas dan bisa pula dipengaruhi oleh proses pengolahan (Nugraha 2008).
Pengentahuan mengenai IG sangat penting di kalangan mahasiswa terutama mahasiswa gizi yang biasanya akan berhubungan dengan pangan dan diet. Oleh karena itu praktikum mengenai pengukuran IG pangan sangatlah penting dilakukan

Tujuan

Praktikum pengukuran IG pangan dan pengolahan data IG pangan bertujuan untuk mengukur IG dari beberapa jenis bahan pangan yang diujikan dan selanjutnya mahasiswa mengetahui dan dapat mengolah data hasil pengukuran IG pangan yang diujikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55-140 mg/dl. Kadar glukosa darah minimum sebesar 40-60 mg/dL yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat sebagai sumber energi utama. Kadar gula darah normal pada saat puasa (nuchter) yaitu 80-110 mg/dl dan setelah makan yaitu 110-160 gr/dl (Depkes RI 2003).

Hormon yang berperan meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon adrenalin. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan pancreas. Sedangkan hormone yang berperan dalam menurunkan kadar glukoa darah adalah hormon insulin. Hormone insulin yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung di dalam darah. Hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar lengerhans pada pancreas (Wardlaw 1999). 

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kenaikan glukosa darah setelah makan. Daya cerna pati, interaksi antara pati dan protein, jumlah dan jenis lemak, gula, dan serat, kehadiran komponen lain terutama yang mengikat pati, dan bentuk dari makanan tersebut, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kenaikan gula darah (El 1999).

Indeks Glikemik

Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki indek glikemik tinggi, sebaliknya yang dapat menaikkan gula darah lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100). (Rimbawan dan Siagian 2004)

Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama dua jam. Dalam hal ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell 1992). 

 Indeks Glikemik Pangan
Indeks glikemik pangan menggambarkan seberapa cepat dan tinggi kenaikan kadar gula darah setelah mengkonsumsi bahan pangan tertentu. Efeknya juga dapat menggambarkan kecepatan respon tubuh manusia untuk mengembalikan kadar gula daarh menjadi normal (whitney et .al 1990). Salah satu jenis pangan yang memiliki indeks glikemik sedang sampai tinggi adalah beras, yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Kisaran indeks glikemiknya menurut Miller et. (1992) yaitu 66-93. Berikut tabel nilai indeks glikemik berbagai jenis bahan pangan dengan glukosa sebagai standar.

Tabel 1. Nilai indeks glikemik berbagai jenis bahan pangan dengan glukosa sebagai standar.
Bahan Pangan Indeks Glikemik
Nasi Sorgum 41
Beras 80
Beras Basmati 58
Singkong 78
Sukun 90
Pisang 92
Kimpul 95
Gembili 90
Ubi Jalar 179
Ganyong 95
Anonim 2006

Sementara itu, untuk nilai IG crackers kentang yaitu potato crisp sebesar 77 ± 4 dan nilai IG biskuit yaitu wheat biscuit sebesar 96 ± 4 (Foster-Powel 2002).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Berbagai faktor dapat menyebabkan Indeks Glikemik rendah membantu orang untuk mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan pangan yang lainnya. Bahkan pangan dengan jenis yang sama apabila diolah dengan cara berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, kerana pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kima pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga menyebabkan perbedaan pada IG. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi IG pangan, yaitu proses pengolahan, seperti proses penggilingan pada pangan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar gula darah dengan cepat.

Faktor lain pada pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi. Sebaliknya bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada amilosa, respon gula darah lebih tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004). Selain itu serat kasar dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat lewatnya makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian proses pencernaan menjadi lambat dan akhirnya respon gula darah menjadi lebih rendah.
Perhitungan Indeks Glikemik

Perhitungan indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan pangan acuan dan pangan standar, dimana membandingkan luasan kurva kadar gula darah terhadap waktu sampel dengan standar yaitu glukosa. Glukosa digunakan sebagai standar karena glukosa merupakan karbohidrat yang diserap oleh tubuh. Jumlah glukosa yang harus dikonsumsi yaitu 50 gram. Terlebih dahulu panelis dipuasakan sebelum diambil darahnya bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002).

Prosedur penelitian penentuan kadar Indeks Glikemik pangan dilakukan dengan prosedur baku. Selama pengukuran IG subjek tidak dalam keadaan aktivitas berat, atau berada dalam keadaan santai. Kurva polynomial respon glikemik pangan uji ditentukan dengan pendekatan Microsoft Excel. Model polynomial yang memiliki nilai R2 yang paling tinggi (Rimbawan 2004).

Menurut Monro (2005) masih belum ada kesepakatan tentang metode terbaik untuk menghitung luas di bawah kurva respon glukosa darah (AUC). Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk menentukan AUC, tetapi FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan trapesium (trapezoid) (FAO/WHO 1998; Monro 2005 dalam Gibson 2010). Sebelum menstandarisasi metodologi yang disajikan dalam FAO/WHO Expert Consultation Report on Carbohydrates in Human Nutrition (1998), kelompok yang berbeda menggunakan teknik yang berbeda untuk menghitung daerah di bawah kurva respon glukosa. Untuk menghindari masalah ini banyak tabel internasional yang telah menyediakan faktor konversi atau menunjukkan perbedaan metode yang digunakan (Forst & Dornhurst 2000 dalam Gibson 2010).

Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55-140 mg/dl. Kadar glukosa darah minimum sebesar 40-60 mg/dL yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat sebagai sumber energi utama. Kadar gula darah normal pada saat puasa (nuchter) yaitu 80-110 mg/dl dan setelah makan yaitu 110-160 gr/dl (Depkes RI 2003).
Hormon yang berperan meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon adrenalin. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan pancreas. Sedangkan hormone yang berperan dalam menurunkan kadar glukoa darah adalah hormon insulin. Hormone insulin yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung di dalam darah. Hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar lengerhans pada pancreas (Wardlaw 1999). Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kenaikan glukosa darah setelah makan. Daya cerna pati, interaksi antara pati dan protein, jumlah dan jenis lemak, gula, dan serat, kehadiran komponen lain terutama yang mengikat pati, dan bentuk dari makanan tersebut, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kenaikan gula darah (El 1999).

Indeks Glikemik
Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki indek glikemik tinggi, sebaliknya yang dapat menaikkan gula darah lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100). (Rimbawan dan Siagian 2004)
Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama dua jam. Dalam hal ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell 1992). Menurut Foster-Powell et al (2002), bahan pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai IG-nya sebagai berikut : (a) bahan pangan dengan nilai IG rendah (<55 data-blogger-escaped-b="b" data-blogger-escaped-bahan="bahan" data-blogger-escaped-c="c" data-blogger-escaped-dan="dan" data-blogger-escaped-dengan="dengan" data-blogger-escaped-dengna="dengna" data-blogger-escaped-ig="ig" data-blogger-escaped-nilai="nilai" data-blogger-escaped-pangan="pangan" data-blogger-escaped-seadng="seadng" data-blogger-escaped-tinggi="tinggi">70).
Indeks Glikemik Pangan

Indeks glikemik pangan menggambarkan seberapa cepat dan tinggi kenaikan kadar gula darah setelah mengkonsumsi bahan pangan tertentu. Efeknya juga dapat menggambarkan kecepatan respon tubuh manusia untuk mengembalikan kadar gula daarh menjadi normal (whitney et .al 1990). Salah satu jenis pangan yang memiliki indeks glikemik sedang sampai tinggi adalah beras, yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Kisaran indeks glikemiknya menurut Miller et. (1992) yaitu 66-93. Berikut tabel nilai indeks glikemik berbagai jenis bahan pangan dengan glukosa sebagai standar.

Tabel 1. Nilai indeks glikemik berbagai jenis bahan pangan dengan glukosa sebagai standar.
Bahan Pangan Indeks Glikemik
Nasi Sorgum 41
Beras 80
Beras Basmati 58
Singkong 78
Sukun 90
Pisang 92
Kimpul 95
Gembili 90
Ubi Jalar 179
Ganyong 95
Anonim 2006

Sementara itu, untuk nilai IG crackers kentang yaitu potato crisp sebesar 77 ± 4 dan nilai IG biskuit yaitu wheat biscuit sebesar 96 ± 4 (Foster-Powel 2002).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Berbagai faktor dapat menyebabkan Indeks Glikemik rendah membantu orang untuk mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan pangan yang lainnya. Bahkan pangan dengan jenis yang sama apabila diolah dengan cara berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, kerana pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kima pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga menyebabkan perbedaan pada IG. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi IG pangan, yaitu proses pengolahan, seperti proses penggilingan pada pangan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar gula darah dengan cepat.

Faktor lain pada pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi. Sebaliknya bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada amilosa, respon gula darah lebih tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004). Selain itu serat kasar dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat lewatnya makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian proses pencernaan menjadi lambat dan akhirnya respon gula darah menjadi lebih rendah.

Perhitungan Indeks Glikemik
Perhitungan indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan pangan acuan dan pangan standar, dimana membandingkan luasan kurva kadar gula darah terhadap waktu sampel dengan standar yaitu glukosa. Glukosa digunakan sebagai standar karena glukosa merupakan karbohidrat yang diserap oleh tubuh. Jumlah glukosa yang harus dikonsumsi yaitu 50 gram. Terlebih dahulu panelis dipuasakan sebelum diambil darahnya bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002).

Prosedur penelitian penentuan kadar Indeks Glikemik pangan dilakukan dengan prosedur baku. Selama pengukuran IG subjek tidak dalam keadaan aktivitas berat, atau berada dalam keadaan santai. Kurva polynomial respon glikemik pangan uji ditentukan dengan pendekatan Microsoft Excel. Model polynomial yang memiliki nilai R2 yang paling tinggi (Rimbawan 2004).

Menurut Monro (2005) masih belum ada kesepakatan tentang metode terbaik untuk menghitung luas di bawah kurva respon glukosa darah (AUC). Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk menentukan AUC, tetapi FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan trapesium (trapezoid) (FAO/WHO 1998; Monro 2005 dalam Gibson 2010). Sebelum menstandarisasi metodologi yang disajikan dalam FAO/WHO Expert Consultation Report on Carbohydrates in Human Nutrition (1998), kelompok yang berbeda menggunakan teknik yang berbeda untuk menghitung daerah di bawah kurva respon glukosa. Untuk menghindari masalah ini banyak tabel internasional yang telah menyediakan faktor konversi atau menunjukkan perbedaan metode yang digunakan (Forst & Dornhurst 2000 dalam Gibson 2010)
 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama (Truswell 1992).

Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran indeks glikemik terhadap tiga sampel produk pangan berbahan dasar singkong, kentang, dan tepung terigu. Setiap porsi penyajian sampel produk pangan yang akan ditentukan IG-nya mengandung 50 g karbohidrat. Sampel produk pangan tersebut antara lain keripik singkong, crackers kentang, dan biscuit sebagai pangan uji. Sebagai standar, responden diberikan 50 gram glukosa murni (IG glukosa murni adalah 100). Responden untuk praktikum ini berjumlah delapan orang terdiri atas tiga orang laki-laki dan lima orang perempuan. Delapan responden tersebut dalam keadaan sehat. Ketiga sampel produk pangan diberikan kepada, responden setelah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama kurang lebih 10 jam (sekitar pukul 23.00 sampai pukul 10.00 keesokan harinya). Perlakuan puasa ini bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002).

Sebelum konsumsi sampel, responden diambil contoh darahnya sebanyak 50 μL sampel darah dari ujung jari (finger-prick capillary blood samples method) dan diukur kadar glukosanya. Hasilnya dinyatakan sebagai kadar glukosa darah puasa (kadar glukosa menit ke-0). Masing-masing dua responden mengonsumsi satu jenis pangan yang sama. Pangan standar (glukosa murni) dan pangan uji dikonsumsi responden dalam waktu maksimal 10 menit. Setelah konsumsi produk, sebanyak 50 μL sampel darah diambil kembali dari ujung jari setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, 60, 90, dan 120). Selama pengukuran ini, semua responden dalam keadaan duduk santai (aktivitas ringan). Hasil pengukuran kadar glukosa darah dari delapan responden terhadap pangan uji dan pangan standar dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 1 Kadar glukosa darah responden terhadap pangan uji dan pangan standar
Responden Pangan Kadar Glukosa Darah Menit ke- (mg/dL)
0 15 30 45 60 90 120
Responden 1 Keripik Singkong 1 89 109 119 127 106 98 97
Responden 2 Keripik Singkong 2 77 108 121 111 106 116 105
Responden 3 Biskuit 1 80 105 119 129 117 102 112
Responden 4 Biskuit 2 88 99 129 124 124 125 110
Responden 5 Glukosa Murni 1 73 99 144 133 117 87 96
Responden 6 Glukosa Murni 2 82 105 123 120 110 124 99
Responden 7 Crackers Kentang 1 74 73 83 102 123 124 100
Responden 8 Crackers Kentang 2 91 86 87 85 100 120 111

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kadar glukosa darah puasa (kadar glukosa menit ke-0) dari delapan responden sebagian besar tergolong normal yaitu sekitar 80-110 mg/dl (Depkes RI 2003). Terdapat tiga responden yang memiliki kadar glukosa darah puasa di bawah normal yaitu responden 2, 5, dan 7.

Sementara kadar glukosa darah delapan responden setelah mengonsumsi sampel pangan uji dan pangan standar terlihat mengalami kenaikan berbeda-beda yang fluktuatif. Perbedaan ini berdasarkan literature diduga disebabkan karena perbedaan daya cerna pati dan interaksi antara pati dan protein dari metabolisme tubuh masing-masing responden. Selain itu, jumlah dan jenis lemak, gula, dan serat, kehadiran komponen lain terutama yang mengikat pati, serta bentuk dari makanan yang dikonsumsi masing-masing rsponden diduga turut mempengaruhi (EI 1999). Selain itu, selama pengambilan sampel darah terdapat beberapa responden yang sesekali tidak selalu dalam keadaan duduk (aktivitas ringan). Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi data hasil pengukuran kadar glukosa darah.

Setelah didapat hasil kadar glukosa darah dari delapan responden terhadap pangan uji dan pangan standar, dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan indeks glikemik dari pangan uji. Perhitungan skor indeks glikemik pangan dilakukan dengan tiga macam cara yaitu perhitungan polynomial, luas bangun, dan metode trapezoid. Ketiga metode ini menggunakan program Microsoft Excel for Windows. Perhitungan ini diawali dengan menebarkan data kadar glukosa darah dalam sumbu X dan Y dimana sumbu X adalah waktu pengambilan (menit) dan sumbu Y adalah kadar glukosa darah (mg/dl). Data tersebut kemudian dibuat kurva (chart). Kurva untuk metode polynomial dibuat dalam bentuk polynomial dilengkapi dengan persamaan dan nilai R-squared. Kurva untuk metode trapezoid dan luas bangun dibuat dalam bentuk line chart type. Contoh bentuk kurva dari ketiga metode tersebut dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 1 Kurva polynomial respon glikemik glukosa murni 1 dan glukosa murni 2

Gambar 2 Kurva (metode trapezoid) kadar glukosa darah responden terhadap glukosa murni 1

Gambar 3 Kurva (metode luas bangun) kadar glukosa darah responden terhadap glukosa murni 1


Sebelum dilakukan perhitungan nilai indeks glikemik dari setiap pangan uji, terlebih dahulu dilakukan perhitungan luas daerah di bawah kurva. Cara perhitungan luas daerah di bawah kurva untuk metode polynomial yaitu menggunakan rumus integral. Cara perhitungan luas daerah di bawah kurva untuk metode trapezoid dan luas bangun yaitu dengan menghitung setiap luas bangun yang terbentuk dari kurva menggunakan rumus luas masing-masing bangun yang terbentuk. Hasil perhitungan luas daerah di bawah kurva metode polynomial, metode trapezoid, dan metode luas bangun dari pangan uji dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2 Luas daerah di bawah kurva masing-masing metode pada setiap pangan uji
Metode
Pangan Polynomial Trapezoid Luas bangun
Glukosa 1 13390,62 12870 4110
Glukosa 2 13586,4 13515 3675
Keripik Singkong 1 13014,924 12772,5 2092,5
Keripik Singkong 2 13163,472 13117,5 3877,5
Crackers Kentang 1 12376,56 12412,5 3502,5
Crackers kentang 2 11892,84 12067,5 1338,75
Biskuit 1 13555,992 13267,5 3667,5
Biskuit 2 14289,888 14115 3555

Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 g terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 g glukosa murni. Untuk menghitung nilai IG digunakan rumus sebagai berikut
Nilai IG = Luas kurva pangan uji X 100
Luas kurva pangan standar
Hasil perhitungan luas daerah di bawah kurva metode polynomial, metode trapezoid, dan metode luas bangun dari pangan uji dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3 Indeks glikemik masing-masing metode pada setiap pangan
Metode
IG Polynomial Trapezoid Luas bangun
Keripik Singkong 97,04 98,18 76,75
Crackers Kentang 89,94 92,83 62,38
Biskuit 103,28 103,84 93,06

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai IG dari masing-masing pangan uji bervariasi terhadap masing-masing metode perhitungan. Menurut perhitungan dengan metode polynomial, biskuit memiliki nilai IG tertinggi yaitu 103,28 sedangkan crackers kentang memiliki nilai IG terendah yaitu 89,94. Menurut perhitungan dengan metode trapezoid, biskuit memiliki nilai IG tertinggi yaitu 103,84 sedangkan crackers kentang memiliki nilai IG terendah yaitu 92,83. Sementara menurut perhitungan dengan metode luas bangun, biskuit memiliki nilai IG tertinggi yaitu 93,06 sedangkan crackers kentang memiliki nilai IG terendah yaitu 62,38. Hal ini menunjukkan setiap metode memberikan hasil perhitungan nilai IG yang tidak jauh berbeda satu sama lain untuk masing-masing pangan uji. Secara keseluruhan, berdasarkan ketiga metode yang digunakan, maka dapat dikatakan bahwa nilai IG tertinggi dari ketiga pangan uji yaitu nilai IG biskuit dan nilai IG terendah yaitu crackers kentang. Hal ini menunjukkan bahwa biskuit lebih cepat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan crackers kentang dan keripik singkong.

Ditinjau dari literatur didapatkan nilai IG crackers kentang yaitu potato crisp sebesar 77 ± 4 dan nilai IG biskuit yaitu wheat biscuit sebesar 96 ± 4 (Foster-Powel 2002). Sementara untuk keripik singkong digunakan pendekatan dengan indeks glikemik singkong yaitu sebesar 78 (Anonim 2008). Dibandingkan dengan literature ini, nilai IG crackers kentang yang didapatkan melalui metode polynomial (sebesar 89.94) memiliki selisih nilai terkecil terhadap nilai IG literature (sebesar 77 ± 4 ) dibandingkan metode lain sehingga dapat diakatakan nilai IG crackers kentang (metode polynomial) paling mendekati literatur. Sementara nilai IG biscuit yang paling mendekati literatur yaitu nilai IG biskuit dengan metode luas bangun dimana nilai IG biscuit (sebesar 93.06) memiliki selisih nilai terkecil terhadap nilai IG literature (sebesar 77 ± 4 ) dibandingkan metode lain.

Untuk membandingkan nilai IG keripik singkong hasil perhitungan ketiga metode dengan literature digunakan nilai IG singkong sebelum diolah yaitu sebesar 78. Untuk itu diasumsikan bahwa nilai IG keripik singkong lebih tinggi daripada singkong karena pengolahan seperti proses penggilingan pada pangan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap sehingga menaikkan kadar gula darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian 2004). Berdasarkan hal tersebut maka nilai IG keripik singkong yang diperkirakan paling mendekati literatur (diperkirakan > 78) yaitu nilai IG keripik singkong dengan metode polynomial (sebesar 97.04) dan metode trapezoid (sebesar 98.18).

Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan IG ketiga pangan uji melalui metode polynomial, trapezoid, dan luas bangun serta berdasarkan literature dapat diduga bahwa metode perhitungan yang hasilnya paling mendekati literature yaitu metode polynomial. Namun hal ini masih dugaan karena literature yang digunakan berasal dari data pangan luar negeri yaitu literature nilai IG untuk crackers kentang (menggunakan pendekatan potato crisp) dan literature nilai IG untuk biscuit (menggunakan pendekatan wheat biscuit), sehingga kemungkinan dapat terjadi perbedaan hasil ketika menggunakan literature dari sumber lain.

Disebutkan juga dalam literature bahwa masih belum ada kesepakatan tentang metode terbaik untuk menghitung luas di bawah kurva respon glukosa darah (AUC). Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk menentukan AUC, tetapi FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan trapesium (trapezoid) (FAO/WHO 1998; Monro 2005 dalam Gibson 2010).